Prof. Dr. Pangeran Ario Hoesein Djajadiningrat, tokoh asal Keramat Watu, Serang, Banten yang menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Sumber Foto: blog dewimutiaraintan
Peserta sidang-sidang BPUPKI: Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia diisi oleh berbagai unsur dan daerah, salah satunya ada dari Serang, Banten.

BPUPKI sendiri adalah sebuah badan yang dibentuk atas inisiasi bala tentara Jepang di Jawa, dengan tujuan untuk menyelidiki dan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia melalui penyerapan aspirasi rakyat di seluruh tanah air.

Orang-orangnya pun sangat beragam dan datang dari berbagai daerah, salah satunya Prof. Dr. Pangeran Ario Hoesein Djajadiningrat, tokoh Banten dengan kelahiran Keramat Watu, Serang.

Profil Pangeran Ario Hoesein Djajadiningrat

Dalam buku 'Dinamika Perumusan Dasar Falsafah Negara Republik Indonesia dan Implementasinya' yang dikarang Bambang Setyo Supriyanto & Titin Nurhayati dikemukakan secara ringkas tentang sosok Prof. Dr. Pangeran Ario Hoesein Djajadiningrat.

Prof. Dr. Pangeran Ario Hoesein Djajadiningrat lahir di Kramat Watu, Serang, 8 Desember 1886. Ia merupakan putra R. Bagoes Djajawinata dan Ratu Salehah.

Sejak kecil, Pangeran Ario Hoesein Djajadiningrat dibiasakan mengaji Al Qur'an.

Setelah belajar bahasa Belanda di Menes (Pandeglang), dan ELS di Serang, ia melanjutkan sekolah ke Batavia dan berhubungan dekat dengan Snouck yang mempergunakan ilmunya untuk kepentingan penjajahan.

Riwayat Pendidikan

Hoesen sejak lama telah akrab dengan Snouck Hurgronye. Dan berkat bimbingannya pula, ketika duduk di kelas III HBS, Hoesein hijrah ke Belanda untuk melanjutkan studi.

Snouck Hurgronye adalah warga Belanda yang mempelajari Islam, pernah bermukim di Mekkah dan menikahi muslimah.

Dia memperkenalkan adat kebiasaan yang mempunyai implikasi hukum dengan teori receptie-nya yang dipandang tendensius oleh Hazairin, karena menelantarkan hukum Islam yang berlaku di Nusantara.

Di Leidsche Gymnasium, sekolah baru tempat Hoesen belajar, ia menekuni bahasa Latin dan Yunani Kuno hingga akhirnya melanjutkan studinha ke Universitas Leiden jurusan bahasa dan kesusastraan Nusantara, sampai meraih gelar Doktor.

Sekembalinya di Nusantara, dia bekerja pada Jawatan Bahasa, menjadi guru besar RHS (Sekolah Tinggi Hukum) Jakarta, memberikan kuliah Hukum Islam, bahasa Melyu, Jawa, dan Sunda, la juga menjadi redaktur majalah Jawa, dan konservator naskah pada Lembaga Kebudayaan Nasional, Museum Nasional.

Prestasi akademik yang diraih Ario Hoesein Djajadiningrat telah menghantarkannya menjadi Professor Doktor pertama di Indonesia saat itu.

Menjadi anggota BPUPKI

Hoesein menjadi anggota Raad van Indie (Dewan Hindia), presiden kurator Bataviaasche Hooge Schoolen, Indonesische Studie Fond, pemberi beasiswa bagi pemuda cerdas berbakat. Anggota Kyukan Seido Ghosa Kai ini menyelidiki adat istiadat dan tata negara.

Bersama Soepomo, Soewandi, Singgih, Sastromoeljono, Soetardjo, dan Soebardjo, 15 Juni 1945 menyampaikan draft Undang Undang Dasar kepada Zimukyokutyo agar dibahas dalam Badan Penyelidik.

Hoesen adalah salah satu yang mendukung usul Yamin supaya Preambule dibagi tiga, dan setuju kata Bismillah ditulis sebelum Pembukaan.

"Saya kira juga bisa ditangkap oleh kaum Kristen," kata Hoesen.***