
Pandemi Covid19 membuat kehidupan umat manusia mengalami kontraksi sedemikian rupa, dunia hening seketika. Iklim yang semula sejuk kian menghangat, Kesepakatan Paris 2015 menetapkan ambang batas suhu bumi 1,5°C, Indonesia turut serta meratifikasinya. 2021 rata-rata suhu bumi 1,1°C, menjadi 7 tahun terpanas (2015-2021), menyisakan sekitar 330 miliar ton emisi karbon untuk setia pada ambang batas, dengan rata-rata pertahun sekitar 40 miliar ton. Emisi karbon dihasilkan dari ⅓ penggunaan lahan & energi fosil (batu bara, minyak & gas) ⅔.
Sudah sepatutnya meninjau kembali Indonesia. Dalam hal emisi karbon menempatkan Indonesia 2021 sebagai penyumbang terbesar ke-5 di dunia sebesar 4,1% & mendapat rekor global sebagai negara terburuk (lambat) di Asia Tenggara dalam transisi energi, setidaknya sampai 2021. Kebijakan Energi Nasional 31% energi baru terbarukan & 69% energi fosil sampai 2050.
Secara ekonomi, PDB atas dasar harga berlaku Indonesia 2021 sebesar Rp16.970,8 T & PDB perkapita Rp62,2 juta atau US$4.349,5, masih jauh dari kategori negara maju sebesar US$13.205 menurut Bank Dunia. Sementara oligarki penuh dukungan dalam mempertahankan & meningkatkan kekayaan, 64 juta rakyat kesulitan hidup melalui UMKM yang hanya bergantung kepada korporasi besar. 26,16 juta penduduk masih berada di garis kemiskinan pada Maret & 8,4 juta jumlah pengangguran dari 144,01 juta angkatan kerja pada Februari 2022. Adapun platform digital semakin berkembang menyentuh berbagai sektor menawarkan berbagai pekerjaan kemitraan dengan sebutan prekariat, tetap meletakkan relasi kuasa dengan merentankan hubungan kerja; perlindungan teknis, finansial maupun sosial. Sungguh bias dan paradoks. Apabila Indonesia termasuk sebagai eksportir terbesar di dunia, itu hanya dalam bentuk ekstraktif, belum berubah sejak lama. Sejenak perbandingan, periode 2004 - Oktober 2014 PDB dari Rp2.303 T menjadi Rp10.542 T, naik sekitar Rp8.000 T dengan berhutang sebesar Rp1.310,80 T dari Rp1.298 T menjadi Rp2.608,80 T. Sedangkan November 2014 - 2021 PDB naik sekitar Rp6000 T dengan total 2022 berhutang sebesar (sekitar) Rp4.400 T. Tepat pada 30 September 2022 nilai tukar rupiah terhadap US$ sebesar Rp15.273,90.
Adapun guncangan militer global, mendesak Indonesia. Presiden Jokowi memang sempat berkunjung ke Ukraina & Rusia, namun tidak dapat dikatakan ‘membawa misi perdamaian’. Padahal dalam sejarah, ketika dunia tegang antara kapitalisme & sosialisme, Indonesia datang menawarkan Pancasila. Bahkan ketika dunia terbelah antara blok timur dan barat, Indonesia datang menawarkan non blok Asia-Afrika. Sekiranya saat ini, Indonesia hanya sekedar terlibat dalam kancah politik global, bukan pada taraf mempengaruhi. Perang di Eropa masih berlangsung & selalu terdapat kemungkinan terjadi perang di sekitar kawasan Asia Tenggara. Jangan lupa, upaya pengambil-alihan laut natuna utara oleh Tiongkok memang ditolak dengan tegas Indonesia, namun apabila terjadi perang militer tentu Indonesia akan mengalami kekalahan mutlak. Indonesia sebagai bagian dari non blok Asia-Afrika tetap harus menolak perang, tanpa perlu mengesampingkan ketahanan pertahanan. Betapa tidak, Bjorka dengan mudahnya mempermainkan data-data digital Indonesia. Tentunya sangat wajar apabila Indonesia lemah dalam pertahanan, konsumsi BBM dalam negeri saja sekitar 50% masih impor dari kebutuhan perhari sekitar 1,6 juta barel.
Permasalahan mendasar Indonesia adalah tidak terjadinya demokrasi nasional (representatif), seluruh kebijakan mengalami disorientasi dengan kesejahteraan rakyat. Inilah katastrofi sesungguhnya, terjadi di Indonesia sebagai negara yang memiliki keragaman sosial nomor 2 di dunia. Apabila pembangunan dilanjutkan dengan model ekstraktivisme, maka sangat wajar Indonesia kehilangan penobatan sebagai negara yang memiliki keragaman hayati nomor 1 di dunia. Hingga saat ini, belum juga terdapat tanda-tanda dari sense of crisis.
Tugas pertama, menduniakan Indonesia & kedua, mengIndonesiakan dunia.
Ini jalan kita:
Demokrasi
- Bebas berideologi, berujung-pangkal pada UUD 45.
- Bebas berfikir, berkelompok & beraspirasi. Tidak perlu ada organisasi kepemudaan maupun masyarakat yang dibentuk (tunduk) oleh pemerintah.
- Institusi publik bertanggungjawab & transparan terhadap publik.
- Desentralisasi (Otonomi Daerah)
Finansial
- BI dibawah Kementrian Keuangan.
- Rupiah berdasarkan project atau sovereign wealth fund.
- suku bunga 0%, pinjaman tanpa perlu jaminan aset (kolateral).
- Pelarangan Capital Flight.
Ekonomi
- Swadaya (diverse) pangan darat & laut. Kebutuhan dalam negeri sebagai prioritas (non komersial).
Energi
- ESDM hulu-hilir dikelola dalam negeri. Kebutuhan dalam negeri sebagai prioritas (non komersial).
Pertahanan dan Keamanan
- Kemandirian teknologi digital maupun jaringan.
- Optimalisasi pertahanan laut dan udara dengan teknologi modern.
Pendidikan dan Kesehatan
- Pendidikan dan kesehatan gratis
- Kebebasan akademik maupun mimbar
Tata Ruang & Wilayah (kawasan)
- Pemerintahan - Pendidikan - Metropolis
- Pertanian, Perkebunan & Perikanan - Bisnis
- Industri (dasar & tematik) - Pariwisata
Kita perlu berpegang pada cakrawala, utuh dalam perbedaan dan berbeda dalam keutuhan. Mesra berdialektika merayakan perjalanan.
0Comments
Setiap komentar yang disematkan pada artikel ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator