![]() |
Kampus UIN SMH Banten/Foto dokumentasi pribadi |
DINAMIKA Sebuah Keniscayaan
Dari kontradiksi-kontradiksi itu akhirnya aku terus menerus mendialektiskan gagasan dan pemikiran agar terciptanya sebuah organisasi yang dialektis juga, yang memiliki orientasi jauh kedepan dan tidak sebatas menjadi sebuah organisasi taktis belaka.Selama menempa diri di Organisasi ini, Memang ada satu budaya unik yang mungkin tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lain.
Budaya itu antara lain mengajarkan sikap militansi dan menolak takluk terhadap semua orang termasuk pada jajaran atas organisasi yang masih kuat bercokol dan mengintervensi untuk menitipkan sejumlah kepentingannya pada perjuangan massa. Inilah yang dimuka aku sebut sebagai eksploitasi terhadap anggota organisasi untuk kepentingan oportunis semata.
Alih-alih konflik dan dinamika yang terus menerus terjadi dengan para oportunis itu aku malah semakin bersemangat untuk bertahan di dalam, sebuah sikap yang sangat jarang diambil oleh kawan-kawan kami sendiri.
Hingga akhirnya Organisasi ini harus membubarkan diri diawal-awal kami menungganginya, kami tetap melingkar dan melakukan aktifitas lain yang mungkin lebih ideal lagi, mendirikan sebuah organisasi yang bergerak dibidang kepenulisan dan desain grafis.
Dari sini aku mulai belajar menulis, yang sesunggunya ini merupakan kebiasaan lama aku waktu di sekolah dulu.
Dari sini aku mulai belajar menulis, yang sesunggunya ini merupakan kebiasaan lama aku waktu di sekolah dulu.
Aku mulai belajar membuat berita, belajar menulis artikel dalam berbagai bentuk, belajar mengelola website, blogger dan desain grafis. Meski tidak bertahan lama akibat berbagai problem, setidaknya budaya itu masih terpatri dalam diri aku hanya dengan modal yang paling minim, yaitu kemauan.
Perpecahan itu masih bisa dinegosiasi. Perkumpulan kecil itu akhirnya berdiri kembali dengan sisa anggota seadanya. Waktu itu hanya tiga orang yang masih mau ngurusin.
Perpecahan itu masih bisa dinegosiasi. Perkumpulan kecil itu akhirnya berdiri kembali dengan sisa anggota seadanya. Waktu itu hanya tiga orang yang masih mau ngurusin.
Diantra ketiganya itu salah satunya termasuk aku sendiri. Prinsip aku bertahan waktu itu sederhana. Meminjam istilah Iqbal dalam sebuah lagu yang ia ciptakan;
"Kita dulu terlahir sebagai pemenang, dan matilah sebagai jiwa yang dikenang".
Aku menganggap pertarungan itu belum usai. Ada satu hal yang mesti kita dinamiskan terus menerus, keluar dari sebuah konflik tanpa kemenangan bagi aku itu merupakan kemaluan yang luar biasa besar.
Itu sama artinya kita kalah bukan untuk mengalah. Padahal kita dulu lahir menjadi pemenang dari jutaan ovum yang masuk ke rahim ibu.
Sedikit demi sedikit aku mencoba menganalisa problem dari semua ini sambil terus menerus menginjeksi kesadaran baik didorong oleh orang lain maupun diri sendiri.
Sedikit demi sedikit aku mencoba menganalisa problem dari semua ini sambil terus menerus menginjeksi kesadaran baik didorong oleh orang lain maupun diri sendiri.
Proses ini memang cukup banyak dibantu oleh orang yang sangat berarti bagi aku pribadi dalam menuntun ke posisi yang paling benar dalam sebuah organisasi. Kami memulihkan organisasi, merekrut anggota, aktif melibatkan mereka dalam sejumlah diskusi, solidaritas, Konsolidasi, aksi massa dan lain lain.
Sederhananya, kami meneruskan apa apa yang baik yang kami dapatkan dahulu untuk di injeksikan kepada kawan-kawan kami yang lain yang masih baru di organisasi sambil aku terus menerus juga menginjeksi diri secara mandiri diluar.
Akirnya analisa aku sampai pada sebuah kesimpulan, akar dari terjadinya eksploitasi manusia atas manusia dalam sebuah organisasi untuk meraup kepentingan pribadi terjadi karena organisasi tidak memilikinya sebuah orientasi yang jelas, tidak memilikinya arah yang jelas kedepan mau ngapain.
Akirnya analisa aku sampai pada sebuah kesimpulan, akar dari terjadinya eksploitasi manusia atas manusia dalam sebuah organisasi untuk meraup kepentingan pribadi terjadi karena organisasi tidak memilikinya sebuah orientasi yang jelas, tidak memilikinya arah yang jelas kedepan mau ngapain.
Mengapa bisa demikian? Ya karena memang didirikannya saja taktis, ketika ada problem besar datang, kompleks, mendesak dan perlu desakan massa banyak, maka dibuatlah organisasi itu.
Setelah problem kompleks itu tuntas, organisasi kedepan mau ngapain tidak pernah dibicarakan kembali atau bahkan ada kemungkinan sengaja tidak dibicarakan kembali.
Setelah problem kompleks itu tuntas, organisasi kedepan mau ngapain tidak pernah dibicarakan kembali atau bahkan ada kemungkinan sengaja tidak dibicarakan kembali.
Kenapa aku katakan sebuah kemungkinan itu ada? Karena ide menyatukan lintas organisasi itu sudah ada sejak Orde Baru tumbang pada Mei 1998. Apalagi sebetulnya Organisasi kami ini tercecer di berbagai kampus yang ada di Indonesia.
Waktu itu keyakinan aku semakin kuat bahwa upaya pernyataan itu sama sekali tidak ada dan tidak pernah dikehendaki oleh golongan tua semenjak upaya itu pernah dilakukan.
Waktu itu keyakinan aku semakin kuat bahwa upaya pernyataan itu sama sekali tidak ada dan tidak pernah dikehendaki oleh golongan tua semenjak upaya itu pernah dilakukan.
Tujuan pencekalan oleh generasi tua ini sangat jelas, ketika semua kolektif di daerah menyatu menjadi sebuah Organisasi yang besar dan berorientasi, kepentingan-kepentingan pribadi mereka di daerah yang sudah ditata sedemikian rapi tidak akan ada bawahan yang bisa diberdayakan sebagai eksekutornya.
Inilah sebuah keniscayaan dalam organisasi model taktis, disuntik teori-teori revolusioner untuk melawan penguasa (khususnya musuh-musuh politik), tapi tidak dikehendaki untuk melawan dirinya sendiri.
Maka dari sinilah awal mula meluapnya perpecahan/atau pembubaran terjadi untuk menciptakan organisasi-organisasi yang baru yang lepas dari intervensi dan eksploitasi itu.
Demikian lah alasan ilmiahnya mengapa organisasi taktis sebagiannya tidak dikehendaki beranjak menjadi sebuah organisasi yang memiliki orientasi panjang kedepannya, apalagi orang-orang yang sudah tergolong tua tersebut duduk dalam lingkar kekuasaan, selalu memiliki dalih yang indah untuk diutarakan kepada kawan-kawannya yang ada dibawah yang masih ada dalam struktur Organisasi; "abang kan masih tetap berjuang. Kalo dulu lewat parlemen jalanan, ya sekarang kan sudah harus di parlemen beneran".
Ketika kesadaran eksploitasi dan penghisapan itu tumbuh dalam diri kawan-kawan semua, membuat organisasi baru yang serupa juga bukanlah sebuah solusi.
Demikian lah alasan ilmiahnya mengapa organisasi taktis sebagiannya tidak dikehendaki beranjak menjadi sebuah organisasi yang memiliki orientasi panjang kedepannya, apalagi orang-orang yang sudah tergolong tua tersebut duduk dalam lingkar kekuasaan, selalu memiliki dalih yang indah untuk diutarakan kepada kawan-kawannya yang ada dibawah yang masih ada dalam struktur Organisasi; "abang kan masih tetap berjuang. Kalo dulu lewat parlemen jalanan, ya sekarang kan sudah harus di parlemen beneran".
Ketika kesadaran eksploitasi dan penghisapan itu tumbuh dalam diri kawan-kawan semua, membuat organisasi baru yang serupa juga bukanlah sebuah solusi.
Karena harus kita akui secara jujur, sebuah Organisasi taktis selain ga punya orientasi bisa juga disebut taktik untuk mengantarkan seseorang menuju pentas politik yang riil.
Sesudah itu terjadi, tidak akan jauh-jauh seperti sebelum-sebelumnya, memberdayakan organisasi, mengeksploitasi kawan kawannya sendiri untuk kepentingan pribadinya, bahkan untuk seidealis apapun dia zaman Mahasiswa.
Sesudah itu terjadi, tidak akan jauh-jauh seperti sebelum-sebelumnya, memberdayakan organisasi, mengeksploitasi kawan kawannya sendiri untuk kepentingan pribadinya, bahkan untuk seidealis apapun dia zaman Mahasiswa.
Sirkulasi organisasi taktis kesimpulan aku selalu begitu. Karena problem dasarnya soal tidak pernah meratanya distribusi kekayaan yang diperoleh dari tetesan keringat kawannya sendiri yang ada di bawah.
Fase membentuk organisasi baru dengan dalih lepas landas dari intervensi kawan sendiri yang teritung tua aku sendiri pernah ikut melewatinya. Jadi dilain sisi basis teoritisnya terbangun, disisi yang lain aku mengalaminya secara objektif pula.
Fase membentuk organisasi baru dengan dalih lepas landas dari intervensi kawan sendiri yang teritung tua aku sendiri pernah ikut melewatinya. Jadi dilain sisi basis teoritisnya terbangun, disisi yang lain aku mengalaminya secara objektif pula.
Gagasan ini di awal memang aku ikut menyepakatinya, tetapi kami berkesimpulan proses ini harus dialektis dan tidak berhenti sampai disitu.
Gagasan ini harus diteruskan agar sirkulasi penghisapan itu tidak lagi terjadi kepada kawan-kawan kami yang masih baru.
Sedemikian kami upayakan agar organisasi ini tidak terjebak oleh cara-cara lama yang konservatif, yang mendidik kawan sendiri untuk takluk pada kakak-kakaknya yang sudah masuk ke generasi sekian.
Seperti yang aku bayangkan sebelum-sebelumnya, bahwa ide ini sepenuh-penuhnya ditolak oleh mereka dengan alasan-alasan yang sama sekali irasional meski hampir sebagian kawan-kawan yang ada di bawah kami menyepakatinya.
Ide itu tidak betul-betul terwujud sepenuhnya, perpecahan adalah sebuah keniscayaan hal itu wajar belaka dalam dinamika organisasi dan hal demikian sudah sepatutnya menjadi hal yang biasa-biasa saja agar kedewasaan kita bisa tumbuh kembang dan subur.
Sedemikian kami upayakan agar organisasi ini tidak terjebak oleh cara-cara lama yang konservatif, yang mendidik kawan sendiri untuk takluk pada kakak-kakaknya yang sudah masuk ke generasi sekian.
Seperti yang aku bayangkan sebelum-sebelumnya, bahwa ide ini sepenuh-penuhnya ditolak oleh mereka dengan alasan-alasan yang sama sekali irasional meski hampir sebagian kawan-kawan yang ada di bawah kami menyepakatinya.
Ide itu tidak betul-betul terwujud sepenuhnya, perpecahan adalah sebuah keniscayaan hal itu wajar belaka dalam dinamika organisasi dan hal demikian sudah sepatutnya menjadi hal yang biasa-biasa saja agar kedewasaan kita bisa tumbuh kembang dan subur.
Dan pada akhirnya kita bisa lebih objektif dalam memandang sesuatu dan banyak belajar bahwa hidup itu sepenuh-penuhnya dialektis.
Tidak ada satu orangpun di dunia ini yang mampu mencegah hal itu terjadi. Kalaupun ada, tinggal kita pertanyakan pada diri kita sendiri, berani atau tidak kita melawan penghisapan yang terus menerus terjadi di depan mata kita ini.
Keterangan: Tulisan ini dimuat dalam dua bagian. Ini merupakan bagian yang kedua dari tulisan yang kami buat. Untuk bagian pertama klik disini. Selamat membaca!!!
Keterangan: Tulisan ini dimuat dalam dua bagian. Ini merupakan bagian yang kedua dari tulisan yang kami buat. Untuk bagian pertama klik disini. Selamat membaca!!!
0Comments
Setiap komentar yang disematkan pada artikel ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator