![]() |
Rapat DPR RI di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta Pusat |
Kampanye perang melawan Covid-19 kian massif dilakukan di berbagai belahan Dunia, termasuk Indonesia sendiri. Hasilnya variatif, ada yang menang ada yang kalah atau bahkan lebih parah. Di Indonesia sendiri, per Kamis (9/4) seperti disampaikan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan Covid-19, Ahmad Yurianto lewat siaran langsung di Youtube BNPB Indonesia, total kasus positif COVID-19 di Indonesia mencapai 3.293 kasus. Sementara angka untuk kematiannya kini mencapai 280 orang dengan presentase 8,50%. Dan angka kesembuhan telah mencapai 252 orang. Dengan begitu tingkat kesembuhan orang yang positif COVID-19 sebesar 7,65%.
Meski ada peningkatan jumlah orang sembuh yang terjengkit COVID-19 ini namun itu belum cukup untuk dikatakan berhasil dalam memerangi virus. Faktornya adalah karena tidak meksimalnya pemerintah menangani masalah ini selain problem dasarnya yang lain, karena tidak memiliki kesiapan sama sekali. Ketidak siapan ini bermuara pada ambisiusnya pemerintah yang terus menerus memikirkan hari depan investor yang dibayangkan akan memadati wilayah Indonesia yang akhir-akhir ini mulai sepi.
Meski Corona ini tidak lagi memungkinkan adanya minat Investor masuk kedalam negeri, nampaknya pemerintah terus menerus berupaya supaya berbagai regulasi yang semula mangkrak dibahas karena penolakan sejumlah kelompok masyarakat ingin tetap diterus teruskan. padahal jika cara berfikir pemerintah waras, seharusnya yang paling utama untuk diselesaikan adalah upaya penanganan COVID-19 terlebih dahulu yang kini kian parah penyebarannya.
Tidak sampai disitu saja, Pemerintah, lewat menko Kemaritima dan Investasi kabarnya akan bertolak ke Tiongkok dan AS untuk menjajakan sejumlah proyek kepada mereka sekaligus mencari suntikan dana yang menurutnya Indonesia tidak bisa selalu mengandalkan APBN dalam membangun Infrastruktur.
Dalam situasi yang seperti ini, dalam situasi rakyat dan para medis berbondong-bondong ada di garda depan dengan mengenyampingkan kemungkinan yang paling buruk sekalipun, pemerintah malah memanfaatkan kondisi ini untuk kepentingan dirinya dan para elite oligarki. Memang ada sih upaya pemerintah (Parlemen) dalam mengantisipasi kemungkinan terburuk dari COVI-19 ini dengan membentuk Satgas dimana mekanisme kerjanya mencari sumbangan dari para donatur dalam bentuk barang yang akan didistribusikan ke berbagai rumah sakit. Kalaupun hal itu memberi kecukupan, tentu saja sangat baik. Namun bagaimana jika tidak, masih tidak perlukah gaji DPR untuk sementara ini didistribusikan untuk penanganan COVID-19 seperti yang diusulkan para praktisi?
Situasi yang serba "mumpung" ini, "Mumpung rakyat ketakutan diteror Corona", "mumpung rakyat #Dirumahaja" pemerintah meneruskan pembahasan aturan bermasalah itu. Pemerintah ngajak petak umpet rakyat.
Meski demikian di era serba keterbukaan ini tidak segala sesuatunya bisa disembunyikan. Dalam keadaan yang sebagaimanapun juga rakyat tetap memiliki cara untuk melakukan perlawanan. Perlawanan itu setidaknya dimanifestasikan dalam bentuk Petisi Online yang digalang
Violla Reininda, (Koordinator Bidang Konstitusi dan Ketatanegaraan, Konstitusi dan Demokrasi)
untuk dihentikan segera pembahasan yang sedang dibahas antara lain: RUU Cipta Kerja, RKUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Mahkamah Konstitusi dan RUU Minerba. Seperti dijelaskan dalam petisi itu, selain beberapa RUU itu berlakangan kontroversial ditengah masyarakat, juga bermasalah karena dibahas secara diam-diam dan terburu-buru tanpa ada situasi mendesak yang melatar belakanginya baik secara sosiologis maupun yuridis.
Aku pikir setiap orang yang cara berfikirnya sehat akan menuntut hal yang sama kepada pemerintah yang menyisihkan sisi kemanusiaan yang sudah seharusnya dilawan secara bergotong royong dan fokus, apalagi sampai hari ini kita belum tahu secara pasti kapan bencana COVID-19 ini berakhir. Kalau ternyata situasinya bertambah buruk, itu artinya kita betul-betul harus fokus perang melawan COVID-19 dan mengesampingkan terlebih dahulu hal-hal yang tidak begitu mendesak.
Dalam situasi yang seperti ini, dalam situasi rakyat dan para medis berbondong-bondong ada di garda depan dengan mengenyampingkan kemungkinan yang paling buruk sekalipun, pemerintah malah memanfaatkan kondisi ini untuk kepentingan dirinya dan para elite oligarki. Memang ada sih upaya pemerintah (Parlemen) dalam mengantisipasi kemungkinan terburuk dari COVI-19 ini dengan membentuk Satgas dimana mekanisme kerjanya mencari sumbangan dari para donatur dalam bentuk barang yang akan didistribusikan ke berbagai rumah sakit. Kalaupun hal itu memberi kecukupan, tentu saja sangat baik. Namun bagaimana jika tidak, masih tidak perlukah gaji DPR untuk sementara ini didistribusikan untuk penanganan COVID-19 seperti yang diusulkan para praktisi?
Situasi yang serba "mumpung" ini, "Mumpung rakyat ketakutan diteror Corona", "mumpung rakyat #Dirumahaja" pemerintah meneruskan pembahasan aturan bermasalah itu. Pemerintah ngajak petak umpet rakyat.
Meski demikian di era serba keterbukaan ini tidak segala sesuatunya bisa disembunyikan. Dalam keadaan yang sebagaimanapun juga rakyat tetap memiliki cara untuk melakukan perlawanan. Perlawanan itu setidaknya dimanifestasikan dalam bentuk Petisi Online yang digalang
Violla Reininda, (Koordinator Bidang Konstitusi dan Ketatanegaraan, Konstitusi dan Demokrasi)
untuk dihentikan segera pembahasan yang sedang dibahas antara lain: RUU Cipta Kerja, RKUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Mahkamah Konstitusi dan RUU Minerba. Seperti dijelaskan dalam petisi itu, selain beberapa RUU itu berlakangan kontroversial ditengah masyarakat, juga bermasalah karena dibahas secara diam-diam dan terburu-buru tanpa ada situasi mendesak yang melatar belakanginya baik secara sosiologis maupun yuridis.
Aku pikir setiap orang yang cara berfikirnya sehat akan menuntut hal yang sama kepada pemerintah yang menyisihkan sisi kemanusiaan yang sudah seharusnya dilawan secara bergotong royong dan fokus, apalagi sampai hari ini kita belum tahu secara pasti kapan bencana COVID-19 ini berakhir. Kalau ternyata situasinya bertambah buruk, itu artinya kita betul-betul harus fokus perang melawan COVID-19 dan mengesampingkan terlebih dahulu hal-hal yang tidak begitu mendesak.
0Comments
Setiap komentar yang disematkan pada artikel ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator